|
|
Pencak Silat 'Mustika Kwitang'
Pencak silat telah dikenal selama berabad-abad di Tanah Air. Bahkan ia telah dipertunjukkan sejak abad ke-16, di saat pesta perkawinan atau khitanan di Jayakarta. Bagi warga Betawi main silat adalah suatu kemustian. Pada tempo doeloe hampir di tiap kampung Betawi terdapat jagoan silat. Mereka sangat disegani karena tingkah lakunya yang terpuji. Mereka menggunakan ilmu bela dirinya untuk amar ma'ruf nahi munkar. Mengajak manusia ke jalan kebaikan dan mencegah kezaliman. Jauh dari tingkah laku para preman sekarang, yang main palak dan memeras tanpa mengenal kasihan. Di Kampung Kwitang, Jakarta Pusat, setidaknya sampai tahun 1960-an dikenal sebagai salah gudang jago pencak silat di Ibukota. Di antara belasan jagoan terdapat H Muhammad Djaelani, yang lebih dikenal dengan sebutan Mad Djaelani. Ilmu silatnya, Mustika Kwitang, kini diwariskan pada cucunya, sekaligus muridnya, H Zakaria (76 tahun). Kakek 40 cucu, enam cicit, dari 14 anak itu, sampai kini masih aktif mengajar dan melatih pencak silat sekalipun usianya sudah cukup gaek. Bahkan, ketika saya mendatangi kediamannya di Kramat Buntu, Kwitang, belakang toko buku Gunung Agung, H Zakaria masih tampak segar. ''Saya belajar silat langsung dari kakek saat revolusi fisik, tahun 1945-1949,'' katanya. Kakeknya wafat pada tahun 1969. Berkat gemblengan kakeknya itu, pada PON II di Jakarta (1952), ia menjadi juara pencak silat dan mengantongi medali emas untuk kontingan Ibukota. Sedangkan pada PON III di Medan (1953) sebagai pelatih ia membawa kontingan pencak silat DKI meraih sukses dengan sejumlah medali. Tampaknya, meskipun sudah lebih setengah abad menekuni dan menjadi pelatih pencak silat, dia semakin bergairah mengembangkan warisan budaya nenek moyang ini. Entah berapa ratus, mungkin ribuan, mudirnya tersebar bukan hanya di tanah air, tapi juga di manca negara. Saat saya datangi, misalnya, H Zakaria memakai kaos bertuliskan United Kingdom International Championships 12-13 June 2004. Dalam kejuaraan pencak silat di London itu, dia diminta datang, sekaligus jadi pelatih pencak silat Mustika Kwitang yang kini sudah berkembang di Inggris. ''Saya juga diminta mengembangkan pencak silat Mustika Kwitang di Paris oleh warga Prancis keturunan Aljazair. Mereka juga meminta saya untuk melatih pencak silat di Aljazair.'' Tapi, bagaimanapun, waktunya terbatas. Untungnya, dalam usianya yang sudah mendekati kepala delapan ini, ia dibantu sejumlah asistennya. Melihat besarnya animo masyarakat untuk mempelajari ilmu silat dari Indonesia, tidak heran kalau H Eddy Nalapraya -- mantan wagub DKI Jakarta -- menjadi Presiden Pencak Silat Dunia. Di Kwitang sendiri, tempat kelahirannya, dia seminggu dua kali (Ahad malam dan Rabu malam) bertempat di Majelis Taklim Habib Ali Kwitang, melatih para pemuda maen pukulan. Termasuk beberapa orang asing. H Zakaria, yang kini menjadi pakar pencak silat di IPSI -- Ikatan Pencak Silat Indonesia -- dalam hidupnya yang cukup panjang punya pengalaman yang tak terlupakan. Peristiwanya terjadi pada tahun 1960-an. Ketika itu, pasukan pengawal Presiden Soekarno, Tjakrabirawa, mendatangkan suhu (gurubesar) karate dari Jepang, yakni Prof Nakagama yang telah meraih Dan-7. Ia datang disertai mahaguru karate dari AS, Donn F Dragen. Saat itu, Zakaria, pemuda Betawi dari Mustika Kwitang, diminta untuk memperlihatkan teknik bermain silat kepada kedua mahaguru karate itu. Zakaria, yang kala itu masih muda, dengan lihainya memperagakan jurus-jurus bermain senjata dan memecahkan batu dengan menggunakan pergelangan tangan. Jago silat dari Kwitang ini juga menunjukkan kemahirannya memainkan pisau dengan kecepatan tinggi. Atraksi itu mengundang kekaguman master karate dari Jepang tersebut. Ia mengatakan pada Bung Karno, ''Mengapa Anda memiliki pemain sebagus ini kok pemuda-pemudinya kurang menyukai. Justru lebih suka bela diri dari Jepang.'' Ketika menuturkan kisah ini, Zakaria mengatakan masih banyak orang Indonesia yang menganggap rendah pencak silat dan dianggap mainan kampung. Padahal, di Eropa dan Asia, kini banyak yang mempelajarinya. Pada zaman Belanda, katanya, pemerintah kolonial tak mengizinkan pencak silat. Karenanya, pada masa itu warga belajar silat secara ngumpet-ngumpet, mulai pukul 02.00 dini hari sampai pagi. Alasan Belanda kala itu, karena para pemberontak adalah ahli-ahli silat, seperti si Pitung, si Jampang, H Murtado. Pada masa revolusi, sejumlah ahli silat Betawi dan para ulamanya pun bahu membahu memimpin barisan melawan Belanda. Sedangkan H Irwan Sjafiie (75), pengurus Lembaga Kebudayaan Betawi, menuturkan bahwa Mad Djaelani guru dan kakek H Zakaria pernah dihukum seumur hidup oleh Belanda. Sebabnya, sekitar 1940-an ia membunuh seorang konsul Jepang di Batavia. Di sangkanya seorang Cina kaki tangan Belanda. Ia dibebaskan Barisan Pelopor pada masa revolusi fisik. H Zakaria, yang aktif dalam FORKABI (Forum Komunikasi Betawi), bersama para anggota FORKABI dari kecamatan Senen, merasa prihatin atas maraknya premanisme di pasar tertua di Jakarta itu. Mereka melakukan berbagai kejahatan yang sudah sangat meresahkan masyarakat banyak. Karena itu FORKABI mendukung Pemda DKI menertibkan keamanan di situ. Dulu preman tidak ada. Bahkan pada masa Bung Karno juga belum ada preman. Meskipun sudah lebih setengah abad menjadi pemain dan pelatih pencak silat, tapi kemampuan ekonominya jauh dari cukup. Kediamannya masuk ke gang sempit yang tidak dapat dilalui motor. Boleh dibilang ia dan keluarganya hampir tidak memiliki perabot apapun. ''Sejauh ini yang dapat penghargaan hanya atletnya. Sedang pelatihnya hampir tidak mendapat apa-apa,'' katanya. |
MUSTIKA KWITANG
ALIRAN SILAT SABENI
|
|
” MAEN PUKULAN” ALIRAN SABENI
Tanah Abang, yang merupakan salah satu sentra
perdagangan di Ibukota Jakarta dikenal sebagai salah satu sentra grosir
pakaian yang terbesar di Indonesia bahkan ada yang berpendapat terbesar di
Asia Tenggara.
Selain terkenal sebagai sentra perdagangan tekstil, Tanah Abang juga dikenal sejak dulu sebagai salah satu tempat yang melahirkan jago-jago silat (“maen pukulan”) salah satunya adalah Sabeni yang merupakan tokoh Betawi yang dikenal dengan jurus kelabang nyebrang dan merak ngigel. Jurus-jurus aliran Sabeni terkenal karena kecepatan dan kepraktisannya. Salah satu ciri khasnya adalah permainan yang rapat dan gerak tangan yang sangat cepat. Jurus-jurus aliran Sabeni apabila ditelaah lebih jauh merupakan aliran yang mengutamakan penyerangan dan tidak memiliki kembang dan murni untuk beladiri, berbeda dengan aliran Betawi lainnya yang dapat dipergunakan untuk tarian/ngibing. Sabeni lahir sekitar tahun 1860 di Kebon Pala Tanah Abang dari orang tua bernama Channam dan Piyah. Sabeni namanya mulai mengemuka setelah Sabeni mampu menghadapi salah satu Jago daerah kemayoran yang berjuluk Macan Kemayoran ketika hendak melamar puteri si Macan Kemayoran untuk dijadikan isteri. Selain itu Peristiwa-peristiwa lainnya antara lain pertarungan di Princen Park (saat ini disebut Lokasari) dimana Sabeni berhasil mengalahkan Jago Kuntau dari Cina yang sengaja didatangkan oleh pejabat Belanda bernama Tuan Danu yang tidak menyukai aktivitas Sabeni dalam melatih maen pukulan para pemuda Betawi dan yang sangat fenomenal adalah ketika Sabeni dalam usia lebih dari 83 tahun berhasil mengalahkan jago-jago beladiri Yudo dan Karate yang sengaja didatangkan oleh penjajah Jepang untuk bertarung dengan Sabeni di Kebon Sirih Park (sekarang Gedung DKI) pada tahun 1943 atas kemenangannya Sabeni dibebaskan dan diberi hadiah satu dus kaos singlet satu dus Handuk. Sampai usia 84 tahun Sabeni masih mengajar maen pukulan (beliau mengajar hampir keseluruh penjuru jakarta bahkan untuk mendatangi tempat mengajar beliau biasanya berjalan kaki), sampai meninggal dunia dengan tenang dan didampingi oleh murid dan anak-anaknya pada hari Jumat tanggal 15 Agustus 1945 atau 2 hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dalam usia 85 Tahun, beliau dimakamkan di Jalan Kuburan Lama Tanah Abang, yang lalu atas perjuangan Bapak M. Ali Sabeni salah satu putera beliau oleh pemerintah daerah DKI diganti menjadi Jalan Sabeni. Saat ini aliran Sabeni dilestarikan oleh anak dan keturunan dari Sabeni dan berpusat di daerah Tanah Abang, salah satunya adalah Bapak M. Ali Sabeni yang merupakan anak ke-7 dari Sabeni yang selain sebagai penerus Silat Sabeni juga seorang tokoh seniman Sambrah Betawi (Orkes Melayu Betawi). Karena faktor usianya yang sudah 72 tahun lebih, tugas melatih saat ini diserahkan kepada putera laki-lakinya Bang Izul. Dalam salah satu kesempatan Bapak M. Ali Sabeni mengutarakan keinginannya agar Silat Sabeni ini dapat dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi muda agar warisan ini tidak hilang oleh gerusan zaman. PROFIL ALIRAN SABENI TENABANG Aliran Sabeni Tenabang yang merupakan seni Maen Pukulan (“Pencak Silat”) ciptaan dari Engkong Sabeni (1860-1945), merupakan salah satu aliran Silat Betawi/Maen Pukulan yang berasal dari Betawi Tengah ( Tenabang/ Tanah Abang). Ciri khas dari salah satu seni Pencak Silat Betawi ini adalah permainan yang dekat/rapat serta pada keluwesan gerak dan kecepatan tangan yang disinkronisasikan dengan sabetan kaki untuk membanting. Kecepatan pada aliran Sabeni merupakan hal penting dan wajib (bahkan saking cepatnya ada cerita yang menyatakan pada waktu Engkong Sabeni menunjukkan jurus-jurus inti, terkesan kakinya tidak menyentuh tanah), tanpa adanya kecepatan sulit untuk mengaplikasikan secara sempurna jurus-jurus serta teknik-teknik sabetan kaki dari Sabeni. Kecepatan dan keunikan gerakan aliran Sabeni inilah yang membuat aliran Sabeni merupakan aliran yang sangat disegani dan dihormati pada masa-masa Engkong Sabeni hidup, bahkan beberapa gerakan/jurusnya diaplikasikan oleh aliran lain sebagai pelengkap jurus-jurus aliran tersebut. Aliran Sabeni memiliki 15 Jurus dasar yang terbagi atas Jalan Jurus dan Jurus Inti. Jurus yang terkenal dan melegenda di seantero Betawi adalah Jurus Kelabang Nyebrang dan Merak Ngigel. Ciri dari jurus kelabang nyebrang adalah gerakannya yang mengejar lawan dengan cepat seperti kelabang mengejar mangsanya berliku-liku, dengan dikombinasikan permainan tangan yang cepat tanpa henti yang dibarengi sesekali sabetan kaki kanan kiri secara bergantian. Jurus kelabang nyebrang ini apabila dilakukan dengan keluwesan dan kecepatan yang tinggi, memang akan sulit sekali untuk dihadapi karena konsentrasi lawan terpecah dua antara menghadapi serangan dari atas dan menghindari sabetan kaki agar tidak jatuh terbanting. Selain Jurus Kelabang Nyebrang, Jurus Merak Ngigel juga tidak kalah tenarnya, banyak jago-jago baik dari Betawi maupun luar Betawi dijatuhkan dengan Jurus ini oleh Engkong Sabeni. Jurus Merak Ngigel memang unik, jurus ini meniru gerakan Merak yang sedang menari kasmaran membentangkan bulu-bulu ekornya sambil menggoyang-goyangkan pantatnya (“ngigel”) ke kanan dan ke kiri. Aplikasi pada jurus adalah bulu-bulu ekor merak digantikan oleh tangan yang membentang pendek di depan dada yang lalu menarik kedua tangan lawan ke dekat dada yang diteruskan dengan pukulan siku dan serangan bawah mempergunakan pinggul, apabila dilakukan pada waktu yang tepat dan kecepatan yang tinggi diikuti gerakan memutar dari tubuh seperti putaran per, dapat mengakibatkan lawan terpental cukup jauh. Jurus Merak Ngigel biasanya dipergunakan untuk pertarungan yang sangat dekat/hampir tanpa ruang, jurus ini memang indah sehingga diaplikasikan oleh anak-anak Institut Kesenian Jakarta (“IKJ”) dalam salah satu seni tari kreasi anak-anak IKJ. Jurus inti lainnya yang aplikasinya sulit dan menguras tenaga adalah Selat Bumi yaitu penggabungan seluruh jurus dasar yang dimainkan dengan poisi kuda-kuda sangat rendah (hampir jongkok) dengan arah gerakan kaki berdasarkan arah anak mata angin. Jurus ini dimainkan awalnya dengan posisi kuda-kuda rendah lalu setelah selesai rangkaian jurusnya lalu dimainkan diatas setelah selesai kembali turun (naik-turun-naik-turun dst), sehingga sangat menguras tenaga. Jurus ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi selain dari faktor tenaga juga gerakan, karena harus mampu membanting lawan dengan sabetan kaki dalam posisi kuda-kuda sangat rendah. Walaupun Aliran Sabeni berfokus kepada permainan tangan kosong tetapi aliran Sabeni juga mengenal permainan senjata yang hanya sebagai alat bantu yaitu Golok dan Cukin (kain panjang seperti selendang yang dililitkan di pinggang atau disampirkan di leher, berfungsi untuk menyabet tangan/kaki lawan serta mengambil senjata lawan). Kedua alat bantu ini baru diajarkan pada murid-murid yang sudah memasuki tahap kombinasi jurus. Aliran Sabeni pada awalnya tidak mengenal adanya tingkatan-tingkatan murid, tetapi untuk lebih mempermudah metode pelatihan dan agar setiap orang yang belajar aliran Sabeni memiliki arah yang jelas, akhirnya ditentukan tingkatan-tingkatan murid seperti berikut: 1. Tingkat Dasar; 2. Tingkat Khataman Jurus; 3. Tingkat Kombinasi; 4. Tingkat Mualim. Untuk tingkat dasar s/d tingkat kombinasi, standarnya adalah sekitar 3 tahun untuk pertemuan 2 minggu sekali, sedangkan untuk tingkat mualim (diberi hak untuk mengajar) dibutuhkan tambahan waktu 2 tahun menjadi assisten pelatih ditambah lulus penilaian akhlak dan moral oleh guru. Penyebaran Aliran Sabeni memang sangat terbatas, karena seni Pencak Silat ini pada awalnya merupakan Pencak Silat Keluarga, tetapi seiring perkembangan zaman dan tuntutan pelestarian, seni Pencak Silat ini akhirnya diajarkan keluar, dimana fokusnya adalah anak-anak muda Tanah Abang. Demikianlah semoga menambah pengetahuan. |
BETAWI TEMPO DULU
|
Langganan:
Postingan (Atom)